Balai Pemasyarakatan, POKMAS LIPAS, dan Tantangan Di Era Normal Baru

dawan2

Tahun 2020 hingga kini, Indonesia dihadapkan dengan pandemi Coronavirus Diseases (COVID-19). Virus ini merupakan jenis virus yang ditemukan pertama kali di Kota Wuhan, Cina pada Desember 2019 dan menyebar begitu cepat ke seluruh pelosok dunia, tidak terkecuali Indonesia. Pandemi COVID-19 merupakan pandemi yang mengakibatkan krisis global terus dirasakan oleh berbagai negara. Dampak yang diakibatkan oleh pandemi COVID-19 ini telah mempengaruhi segala aspek, mulai dari aspek kesehatan, sosial, politik, sampai birokrasi. Banyak kebijakan yang harus diambil oleh pemerintah untuk menekan laju penyebaran COVID-19 ini. Kondisi ini mengharuskan pemerintah mengambil tindakan untuk melakukan pembatasan kegiatan masyarakat di luar rumah, mencegah kerumunan dan melaksanakan Work from Home (WFH).

Isu overcrowded di Lapas/Rutan di seluruh Indonesia pun menjadi perhatian akan penyebaran COVID-19. Menurut Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham, Dodot Adikoeswanto data per 14 Februari 2021, terdapat 252.384 Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) yang terdiri atas narapidana dan tahanan. Adapun kapasitas Lapas/Rutan negara saat ini hanya untuk 135.704 orang. Berdasarkan pemantauan media yang dilakukan ICJR, sampai dengan 18 Januari 2021 telah terjadi 1.855 infeksi COVID-19 di 46 UPT Pemasyarakatan Rutan seluruh Indonesia. 1.590 orang WBP, 122 petugas rutan/lapas, 143 orang tidak diketahui WBP atau petugas terinfeksi COVID -19. Data dari media massa menunjukkan 4 WBP meninggal dunia.

Sadar akan penularan virus yang begitu masif, pemerintah melalui Kemenkumham mengeluarkan kebijakan teknis terkait pelaksanaan Asimilasi di Rumah dalam upaya pencegahan dan penanggulangan COVID-19. Warga binaan yang menerima program Asimilasi di Rumah merupakan Warga binaan yang telah memenuhi persyaratan secara administratif. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) nomor 24 tahun 2021 sebagai perubahan atas Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat (CB) bagi narapidana dan anak dalam rangka pencegahan dan penanggulangan COVID-19. Setelah dikeluarkannya Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 sebanyak 16.387 narapidana dan 309 anak menerima hak integrasi serta 21.096 narapidana dan anak menjalankan asimilasi di rumah.

Masalah yang terjadi adalah, pengeluaran warga binaan yang jumlahnya cukup banyak menghadirkan kekhawatiran tersendiri di masyarakat. Menurut Beniharmoni Harefa (2020), sebagian menilai pembebasan napi ini tidak akan menyelesaikan masalah di masa pandemi COVID-19, justru malah pembebasan ini akan menambah masalah baru. Tidak jarang juga napi yang sudah dibebaskan, malah berulah kembali dengan melakukan tindak pidana. Peranan petugas pemasyarakatan justru menjadi sangat krusial ditengah kebijakan Asimilasi di Rumah saat pandemi COVID-19 ini. Petugas pemasyarakatan dituntut agar dapat melaksanakan bimbingan bagi warga binaan/klien pemasyarakatan. Unit Pelaksana Teknis dalam pelaksanaan bimbingan bagi klien pemasyarakatan adalah Balai Pemasyarakatan (Bapas). Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa tugas Pembimbing Kemasyarakatan adalah melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan dan pengawasan bagi klien Bapas. Balai Pemasyarakatan merupakan ujung tombak pelaksanaan tugas Pemasyarakatan terhadap klien Bapas yang telah selesai menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan tetapi masih berada dalam masa bimbingan di Balai Pemasyarakatan. Hal ini menegaskan bahwa Bapas merupakan pranata penting dalam mengoptimalkan kualitas bimbingan terhadap klien pemasyarakatan.

Permasalahan yang dihadapi klien setelah menjalani masa asimilasi sampai bebas adalah sulitnya mencari pekerjaan. Apalagi dengan adanya Pandemi COVID-19 memperparah perputaran ekonomi masyarakat. Hal ini mengakibatkan klien bisa saja tidak mampu memenuhi kebutuhan ekonominya dan akan berimbas kepada pengulangan tindak pidana jika tidak dibimbing dengan baik. Pandemi COVID-19 telah menyebabkan perubahan yang cukup drastis dan menghendaki adanya inovasi dalam pola bimbingan yang dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan. Pelaksanaan bimbingan di Era Normal Baru memiliki tantangan tersendiri bagi Balai Pemasyarakatan sehingga “memaksa” Pembimbing Kemasyarakatan memutar otak untuk mengoptimalkan bimbingan. Pembatasan sosial akibat pandemi telah mengurangi kegiatan bimbingan tatap muka bagi klien sehingga dilaksanakanlah bimbingan dengan memanfaatkan teknologi komunikasi seperti telepon, sms, maupun WhatsApp.

Disadari sungguh bahwa pengawasan maupun bimbingan klien rasanya kurang optimal jika hanya memanfaatkan media telekomunikasi tersebut. Atas dasar itulah, Balai Pemasyarakatan turut memaksimalkan peran POKMAS LIPAS di wilayah kerjanya dalam melaksanakan bimbingan kemandirian maupun kepribadian bagi klien. Dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan keterlibatan masyarakat menjadi salah satu pilar pembinaan yang memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan program pembinaan. Hal tersebut diamanatkan dalam UU Nomor 12 Tahun 1995 yang menyebutkan bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat. POKMAS LIPAS dapat terdiri dari pihak individu/keluarga, pemerhati Pemasyarakatan, akademisi, organisasi kemasyarakatan, organisasi bisnis/wirausaha, dan lain-lain yang berbasis masyarakat. Dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor: PAS-06.OT.02.02 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli Pemasyarakatan (POKMAS LIPAS) dikatakan bahwa bentuk kegiatan POKMAS LIPAS harus dapat meliputi kebutuhan klien pemasyarakatan akan pendidikan, pemenuhan kebutuhan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan kesehatan, kebutuhan mental spiritual, dan pengawasan program bimbingan. Itu artinya, peran POKMAS LIPAS menjadi sangat penting dalam mewujudkan bimbingan kemasyarakatan yang komperhensif.

Pandemi COVID-19 memang diakui telah melemahkan berbagai aspek termasuk kegiatan POKMAS LIPAS. Akan tetapi, Era Normal Baru membuka peluang segar bagi POKMAS LIPAS untuk kembali menunjukan eksistensinya. Kegiatan ini diharapkan agar klien Balai Pemasyarakatan dapat menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana serta dapat kembali diterima di lingkungan masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab.

(Dawan Pribadi/Pembimbing Kemasyarakatan Pertama_Bapas Ambon)


Cetak   E-mail