Eksistensi Pembimbing Kemasyarakatan dalam Penanganan Anak Pelaku Tindak Pidana Sebagai Tonggak Pelaksanaan RUU KUHP

milza

Pembimbing Kemasyarakatan merupakan pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap Anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana. Berbicara pembimbing kemasyarakatan maka tidak terlepas dari laporan penelitian kemasyarakatan (Litmas) yang merupakan hasil dari setiap kegiatan yang dilakukan oleh pembimbing kemasyarakatan.

UU SPPA menegaskan bahwa pembimbing kemasyarakatan, lebih mendekatkan diri pada anak dalam proses peradilan maupun di luar proses peradilan. Pada hakikatnya, tindak pidana yang dilakukan oleh anak adalah hasil refleksi dari sikap masyarakat yang kurang bertanggungjawab dalam melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap anak tersebut sebagai akibatnya menghasilkan suatu generasi yang kurang baik sehingga pemidanaan yang dijatuhkan oleh hakim sebagai pemutus harus memenuhi untuk keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi anak.

KUHP yang di pakai Bangsa Indonesia merupakan KUHP yang tidak memuat adanya tujuan dan pedoman pemidanaan, sehingga penjatuhan pidana itu terkesan tidak mengikuti arah yang baik bagi hakim dalam menjatuhkan pidana. Dengan demikian Bangsa Indonesia membuat RUU KUHP baru yang di dalamnya sudah memuat tujuan dan Pedoman penjatuhan pidana. RUU KUHP Tahun 2019 BAB III Pemidanaan, Pidana dan Tindakan pada Bagian Kesatu Tujuan dan Pedoman Pemidanaan dalam Pasal 53 mengenai Pedoman Pemidanaan menyebutkan bahwa:

  • Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib menegakkan hukum dan keadilan
  • Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim mengutamakan keadilan.

Pedoman pemidanaan sebagai tolak ukur dalam menjatuhkan pidana bagi pelaku tindak pidana tersebut. Dimana dalam RUU KUHP di jabarkan 2 pedoman bagi hakim. Hakim dalam mengadili suatu perkara harus wajib menegakkan hukum dan keadilan. Tetapi ayat berikutnya bila ada pertentangan, maka keadilan harus diutamakan. Pada tindak pidana yang pelakunya adalah anak itu sendiri terkadang menjadi pertentangan, dimana hakim bukan merujut pada perundang-undangan dalam menjamin kepastian hukum dan keadilan, tetapi hakim lebih berpedoman pada keyakinan pada hakim itu sendiri dalam menjatuhkan putusan bagi anak pelaku tindak pidana, sehingga putusan hakim bagi anak kurang mencerminkan rasa keadilan.

Nah, ini sejalan dengan eksistensi dari pembimbing kemasyarakatan melalui laporan penelitian kemasyarakatan yang memberikan unsur keadilan yang harus diterima oleh anak pelaku tindak pidana. Dengan demikian, kedepannya Litmas akan menjadi pedoman pemidanaan bagi hakim sebelum menjatuhkan putusan bagi anak pelaku tindak pidana sehingga Litmas yang dibuat oleh pembimbing kemasyarakatan harus berbobot, tetap dan jelas memberikan rekomendasi kepada hakim agar bisa sesuai dengan RUU KUHP.

Peran Pembimbing Kemasyarakatan sangatlah penting dalam proses peradilan pidana anak melalui penelitian kemasyarakatan yang dilakukan sehingga pembimbing kemasyarakatan dituntut untuk bekerja profesional, akuntabel sinergi, transparan dan inovatif. Hal yang disampaikan ini, perlu diketahui oleh seluruh petugas pembimbing kemasyarakatan di indonesia sebab masih ada rekomendasi pemidanaan bagi anak pelaku tindak pidana di dalam laporan penelitian kemasyarakatan  belum menjadi bahan pertimbangan hakim sebelum menjatuhkan putusan sehingga pembimbing kemasyarakatan harus dapat mempersiapkan diri dengan pengembangan profesi yang dapat menunjang pelaksanaan tugas setiap harinya.

(Milza Titaley, SH.,MH/Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Muda_Bapas Ambon)


Cetak   E-mail